Hj. Mahmudah
Oleh Christanty XII IPS 2 / 8
Meskipun Hj. Mahmudah (53) tak
pernah merasakan masa kuliah, tetapi anak harus punya pendidikan yang tinggi.
Kerja keras dari Hj. Mahmudah menghasilkan anak-anak yang sukses. Membuka toko beras membawa kebanggaan dan kesuksesan
bagi dirinya juga kelima anaknya.
Hj. Mahmudah
Lahir : Malang,Jawa Timur, 8
Agustus 1960
Suami : H. Poniman
Anak :
- Luluk Faridah (guru)
- Syaiful (wiraswasta)
- Cholis (dosen)
- Jamillah (pegawai)
- Ayus Shaidah (mahasiswi)
Pekerjaan : Pedagang beras
Mulai pukul
03.00 pagi hingga pukul 17.00. Usaha yang dirintis sejak tahun 1970an. Awal
usaha beras ini oleh Hj. Mahmudah. Lalu diteruskan hingga saat ini. Keluarga
besarnya memang keluarga pengusaha. Hj. Mahmudah mengajarkan ke anak-anaknya
untuk bekerja keras dan menghargai uang.
“Saya hanya
lulusan SMA. Keseharian saya dulu membantu ayah ditoko. Teman seumuran saya
dulu, belum merasakan sesulit saya. Pagi pukul 02.00 harus bangun. Kalau tidak
,saya tidak boleh makan.” Cerita Hj. Mahmudah.
Hj.
Mahmudah menjadi tulang punggung keluarga. Semenjak suaminya pensiun. Bukan hal
yang mudah untuk mencukupi kelima anaknya. Terutama pendidikan.
Pengalaman
hidupnya dulu yang begitu sulit dan disiplin,membuatnya harus bisa mendidik
anak-anaknya untuk menjadiorang yang sukses,berguna,bertaqwa dan menghargai
kedua orangtuanya. Anak-anak Hj. Mahmudah sangat taat dan hormat.
Keyakinan
Hj. Mahmudah untuk memberikan pendidikan setinggi mungkin keanak-anaknya sangat
besar. Apalagi anak-anaknya yang begitu mandiri.
Bersyukur
Ketika suami Hj. Mahmudah
pensiun, itulah awal yang berat untuk beradaptasi. Tetapi Hj. Mahmudah berusaha
agar anak-anaknya tak perlu tahu dan memikirkan hal tersebut.
Hj.
Mahmudah belum merasakan kuliah. Dulu, biaya untuk kuliah berarti nanti dan
seterusnya tidak makan. Tak ada pilihan lain,maka Hj. Mahmudah meneruskan usaha
ayahnya. Tetaoi ia sudah bertekad akan mengutamakan pendidikan bagi
anak-anaknya guna kehidupan selanjutnya.
Anak
pertamanya, Luluk Faridah dapat menempuh pendidikan di ITN Malang. Dan tak disangka,anaknya memiliki
prestasi yang membanggakan. Waktu sebelum lulus, Luluk Faridah sudah diminta
untuk menjadi dosen di tempat kuliahnya.
Berbeda
pula dengan anaknya yang kedua. Syaiful memang hanya lulusan SMA. “Syaiful itu
tidak punya niat untuk sekolah, tapi cari uang.” Jelas umi Mahmudah. Syaiful
membuka rental mobil dan counter pulsa yang cukup laris.
Cholis
sekarang bekerja dikampusnya sebagai dosen di Universitas Brawijaya. Ini anak
umi yang ketiga. Yang telah merampungkan S2. Beberapa waktu lalu,mas Cholis di
kirim ke Jepang oleh kampusnya. Rencana akan study S3 disana dengan beasiswa.
Berbeda
pula dengan anak keempat, yaitu Jamillah. Setelah S1 di Universitas Brawijaya
kini sudah bekerja di pabrik Sinar Mas, Jakarta.
Dan untuk anak yang terakhir, Ayus masih menempuh kuliah di Universitas
Brawijaya pula jurusan akuntansi.
Disiplin
Hj. Mahmudah semakin bangga
dengan prestasi anak-anaknya. Walaupun jarang untuk menemani belajar mereka
mampu. Sederet prestasi yang diberikan membuat perjuangannya tak sia-sia. Dan
berbuah yang tak terkira.
“Anak-anak
saya tidak ikut les atau kursus lainnya. Berkat Allah dan anak-anak saya selalu
kerja keras,disiplin waktu belajar. Saya membiasakan untuk terbiasa mandiri.”
Jelas umi Mahmudah.
Hj.
Mahmudah selalu mengingatkan anak-anaknya walau sudah pandai jangan ssombong.
Lalu jangan mengandalkan kemampuan sendiri. Hj. Mahmudah sangat disiplin untuk
masalah sosialisasi dengan tetangga. Semangat anak-anaknya menjadi kebahagiaan
tersendiri. Semua kerja keras dapat dipakai dan dimanfaatkan dengan baik.
Banyak
tetangga terinspirasi dengan anak-anak umi. Kini, anak-anak Hj. Mahmudah
membuka tempat les. Untuk tetangga sekitar rumahnya. Bila ada tetangga yang
tidak mampu ,tidak dipungut biaya. Anak-anak Hj. Mahmudah sangat kompak.
Terkadang Hj. Mahmudah kecewa bila waktu untuk bersama itu sedikit.
Mungkin
bila seorang tidak kenal Hj. Mahmudah, hanya seorang penjual beras. Nyatanya
melahirkan anak-anak yang hebat. Walau sekarang Hj. Mahmudah menjadi tulang
punggung,bukan beban berat. Suaminya sekarang mengurus rumah tangga.
Suaminyapun tidak meras malu. Itu semua kehidupan yang harus dijalani.
Hal baru
dan mengharukan,anaknya Cholis sekarang yang membiaya adik terakhirnya(Ayus).
Ketika Cholis berbicara pad ibunya, umi merasa sangat dibanggakan. Umi sangat
berterima kasih pada anaknya. Walau umi hanya lulusan SMA. Tetapi ia dapat
mendidik dengan penuh keberhasilan.
Yang
terpenting dalam hidup di tengah masyarakat adalah berbagi. Apa yang mampu dan bisa kita bagi
bantulahsesama. Jangan malu dengan kondisi orang tua. “Saya bersyukur anak saya
tidak pernah malu. Meski keadaan dan memang pekerjaan ini yang membuahkan
hasil.”
“Saya heran
dang sangat bangga punya umi yang tangguh.” Jelas Cholis. Umi menjadi inspirasi
anak-anaknya. Umi memang pekerja keras tetapi selalu saying dengan keluargnya.
Sebagai anak jangan menyerah. Jika tak ada biaya untuk sekolah atau kuliah.
Masih banyak jalan kalau kita mau berusaha. Tuhan juga sudah memberi kemampuan
yang lebih. Kelolalah itu dan jadi modal untuk keberhasilan.
0 komentar:
Posting Komentar